Samba Sadikin. Nim 710521010. Kewenangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi. Prof. Dr. Fenty U. Puluhulawa, S.H.,M.Hum selaku pembimbing Utama dan Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH selaku pembimbing Kedua. Penelitian ini didasarkan karena adanya beragam pendapat pihak mana yang berwenang menghitung kerugian negara yang dapat mendukung pembuktian dalam penyelesaian perkara tindak pidana korupsi, dan untuk mengetahui dan menganalisis wewenang BPKP didalam penyelesaian perkara korupsi dan pertimbangan hukum dalam Putusan Praperadilan Negeri Limboto No.13/Pid.Pra/2020/PN.Lbo, serta kedudukan hukum hasil perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP didalam pembuktian peradilan pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini membatasi pada permasalahan mengenai kewenangan BPKP serta kedudukan hukum hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh BPKP. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) BPKP dalam penyelesaian perkara korupsi memiliki kewenangan melakukan perhitungan kerugian keuangan negara berdasarkan Perpres Nomor 192 Tahun 2014 tentang BPKP dan juga Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Reformasi Peraturan No. Per/220/M.PAN/7/2008. (2) Hakim dalam pertimbangan hukumnya harus memperhatikan Putusan MK Nomor : 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012. Putusan MK tersebut harus dipandang sebagai penegasan terhadap kewenangan BPKP dalam melakukan audit investigasi yang menguatkan berdasarkan Keppres 103 Tahun 2001 dan PP No 60 Tahun 2008, dan tidak hanya dianggap sebagai pengujian norma terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. (3) Kedudukan hukum Hasil Perhitungan Kerugian Negara yang dilakukan Oleh BPKP didalam Pembuktian Peradilan Pidana, berdasarkan penjelasan Pasal 187 huruf (c) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang dimintakan oleh penyidik untuk melakukan audit dan menghitung kerugian negara dalam suatu perkara Tindak Pidana Korupsi dapat dijadikan sebagai alat bukti surat, dan keterangan auditornya dijadikan sebagai alat bukti yang sah sebagai keterangan ahli.