Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tradisi perjodohan dalam komunitas etnis Ta’a di Desa Bangkagi dalam perspektif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, khususnya Pasal 7 Ayat 1 yang mengatur batas usia minimal perkawinan. Metode penelitian yang di gunakan adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjodohan yang masih dilakukan Masyarakat suku Ta’a ada karena norma sosial, pertimbangan ekonomi, serta kontrol orang tua terhadap masa depan anak-anak mereka. Dan menyoroti adanya kesenjangan antara praktek adat dan hukum nasional, serta menekankan perlunya kesadaran hukum dan penegakan aturan untuk mencegah pernikahan dini. Selain itu, penelitian ini juga mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perjodohan dalam masyarakat Ta’a serta dampaknya terhadap hak anak, kesetaraan gender, dan perlindungan hukum. Oleh karena itu diharapkan agar masyarakat suku Ta’a dapat menselaraskan hukum adata agar sesuai dengan hukum nasioanl dan aparat daerah bisa merekomendasikan upaya edukasi dan intervensi hukum guna memastikan bahwa hak anak dan kesetaraan gender dapat ditegakkan dalam komunitas tradisional seperti masyarakat Ta’a. Kata Kunci: Perjodohan, masyarakat etnis Ta’a, pernikahan dini.